Senin, 29 November 2010

sepi

sepi......
tak kunjung juga berakhir....
sederet kisah cerita mewarnai
melengkapi kesendirian dalam palung rindu
tak urung aku menangis juga sepi.....
tak luput aku berkhayal juga sepi....
sepi........
bicaralah agar taman hatiku kembali sejuk jua indah
menagislah agar pundak ini kembali basah
tertawalah agar dahi ini kembali terkerut
jangan hanya diam kau sepi...
agar kembali berwarna malam kita
bukan seperti warna hitam bercampur putih
sepi........
tidak kah kau ingin pandangi aku malam ini...
tidak rindukah kau akan mata ini
tidak rindukah kau akan bibir
tidak rindukah kau akan kasih sayang ini...
sepi.....akankah kau ttp menjadi sepi.....???

tembok bolong

Senja berganti malam...
Senyap pun menghadang
Andai ku bisa terbang
Ku kan melayang ke negri awan
Ku nanti seorang kekasih
Menyapaku di mlm sunyi
Ku nanti tegur sapamu
Di blk tembok bolong itu
Yup, dialah tembok bolong
Yang slalu temani hari2 kita
Menyongsong indahnya pagi setelah kebersamaan berlalu

Lapar

Lapar.....
Lapar.....
Dengarlah jeritan kami
Wahai kau disana


Lapar.....
Lapar.....
Dengarkanlah keriuhan pekikkan kami
Wahai pengemudi Kami


Lapar.....
Lapar.....
Kau berikan kami santapan
Harapan keindahan janji


Lapar.....
Lapar.....
Kau saling bermesra diatas
Empuknya sandiwara cinta


Lapar.....
Lapar.....
Tiada lagi air mata kami
Yang bersisa untuk hari esok


Lapar.....
Lapar.....
Yang kaya cinta
Semakin kaya
Yang miskin kian melarat


Lapar.....
Lapar.....
Hentikanlah aksi anarkis mu
Jangan kau kuras lagi kerinduan kami


Lapar.....
Lapar.....
Kami muak atas keserakahan
Kasih sayang mu
Dengarkanlah
Wahai engkau yang kami dambakan disana

kembali berharap

Dingin menyapa membekukan kalbu
Saat mata terpejam hanya bayangan halus yang menghiasi
Ingin rasanya berlari mengejar bayang-bayang itu
Walau harus jatuh dan terjatuh lagi

Ketika malam menjelang
Bayangan itu semakin nyata terlihat
Makin dekat terasa
dan kini ku semakin yakin dalam harap
Ku akan mendekap erat yang telah ku dapat

kisah sang angin

Temaram sinar bulan malam ini
Menemani sang angin merangkai cerita
Tak lama berselang
Datanglah ia,
Sang cinta
Sang angin yang gundah
Menyatakan isi hatinya
Aku tak sanggup bila begini, katanya
Bersembunyi di balik bayang ini,
Itu tak baik
Kapan kita bisa keluar?
Dan menatap mentari
Menjadi seperti angin yang menjemput awan
Menjadi seperti angin yang menyapa padang rumput
Itu yang aku mau
Tetapi harapan tinggal harapan
Aku tahu mentari takkan tersenyum
Tidak untuk angin sepertiku
Aku tahu itu
Mendengarnya, sang cinta pun berkata
Terus mengeluh sekarang tak ada guna
Lebih baik menatap masa depn dan berusaha
Walaupun aku tahu
Mentari takkan tersenyum padamu
Tetapi tak taukah engkau
Bahwa senyum terindahku akan senantiasa terpancar
Hanya untukmu,
Tanpa kau minta
….
Menurutku,
Kita jalani dulu
Semua liku-liku
Sambil menunggu
Luluhnya waktu

tak berjdul

Berjalan dengan setengah hati, sebut terseok
Bukan melaju karena kaki tak bermata dan mata tak berbias
Bulir-bulir halus seolah mutiara, bersinar diterpa kilatan cahaya
Tak bernilai tapi sangat berharga
Terbuang tapi tak pernah sia-sia
Sebuah kubangan andai mau berhenti
Deras dan semakin tak terbendung
Sepertinya hati begitu terluka
Masih berjalan bukan melamban
Semakin cepat seiring jantung yang bertambah ritmenya
Bening kristal masih menemani
Seolah peluh mendinginkan tubuh
Tak menghentikan, hanya meredam
Orang lalu lalang
Seperti nyamuk hanya bising terdengar, tak dihiraukan
Arah bukan lagi tujuan
Karena lari tak menjadi pilihan
Membawa serpihan yang semakin berantakan
Mengikuti kaki menjanjikan hati
Pada tempat yang tak bernama
Tak untuk menetap karena sayap selalu rindu mengepak
Dan mulailah berlari
Melajukan kaki yang ingin segera sampai
Masih dengan ribuan tetes di pipi
Yang bukan berhenti tapi tak terbendung lagi
Jangan bilang dia laki-laki, panggil saja manusia
Perasaan tak pernah berkelamin
Tidak hanya sakit tapi bisa juga mati
Malu sudah pergi, yang dia tahu mengeluarkan beban ini
Takut sudah lama lenyap, yang dia mau untuk kali ini
Dia berteriak, dia menerjang
Tak peduli yang menghadang, dia terlanjur meradang
Hanya untuk sebuah kata yang tak sempat diucapkan
Dan hanya bisa dia katakan pada deburan ombak yang saat ini menantang

layaknya badut

Seorang badut mulai merias diri
Di depan cermin dia mulai beraksi
Rutinitas yang membosankan
Setiap hari mencoba menghibur orang lain
Sedang hatinya sendiri diabaikan
Tapi itulah kehidupan
Kadang sesuatu tidak seperti yang kita inginkan
Kembali ke badut
Berangkat pagi pulang di senja hari
Kadang sampai malam hari
Tapi siapa peduli
Si badut mulai bernyanyi
Dengan tangan dan kakinya
Ia coba menciptakan suasana hati
Dia tertawa dan tertawa
Menertawakan dirinya, hidupnya dan dunia ini
Sampai kapan harus seperti ini?
Menertawai diri sendiri
Tapi sepertinya dia sudah tidak peduli
Dan mulailah ia bernyanyi, lagi

mana mimpimu?

Mana mimpimu?
Tunjukkan padaku
Jika kau begitu banyak bicara
Tak sepatutnya kau malu

Pernah kau bilang, “Akulah pejuang”
Lalu dimana semangat itu?
Sedang yang kulihat saat ini kau lebih sering lari
Daripada berdiri dan menghadapi onak di depanmu

Kita pernah bercerita pada malam
Tentang langit juga bulan
Bahwa suatu hari kita tidak hanya akan memandang
Tapi tertawa dan berlarian bersama bintang

Kau taruh dimana mimpimu?
Yang dulu kau tulis di atas selembar kertas
Bukan dengan tinta hitam atau biru
Tapi merah selayaknya bara semangatmu

Sering kau katakan padaku, “Akulah pemimpi besar”
Yang tidak hanya membual apalagi menghayal
Yang begitu yakin tak ada yang tak bisa dikejar
Dan kan kau tunjukkan pada dunia cita-cita yang berhasil kau wujudkan

Tapi dimana sekarang dirimu?
Sedang pikiranmu kadang berterbangan
Dan suaramu yang menggelegar masih tergiang
Bukan hanya di otakku tapi juga orang-orang

Lalu dimana mimpimu?
Yang dulu membuatmu begitu yakin itu hidupmu
Sedang tak kulihat lagi dirimu
Dan orang-orang mulai mencemoohmu

Apa sekarang kau begitu malu?
Bahkan sekedar untuk menunjukkan wajahmu
Sedang kata-katamu begitu melekat di kepalaku
Dan semangatmu telah berhasil membangunkan aku

Ada apa dengan mimpimu?
Yang kaubilang akan kau kejar sampai detik penghabisanmu
Matipun kau mau
Walau saat ini sepertinya kau tak kuat menahan malu

aku detak jam

Ada detak di antara tembok
Tak kuat memang, sabarlah
Jangan buru-buru bicara, kau bisa menakutinya
Dengarkan saja dan lihat bagaimana dia menunjukkan dirinya
Ada detak di antara dinding
Tak bersuara tapi bergerak
Jangan coba sentuh dia, kau bisa membuatnya patah
Tunggu saja dan dengar apa dia bisa bicara
Ada detak di dalam sebuah benteng
Bukan terperangkap tapi sedang sembunyi
Jangan panggil dia, dia akan lari
Di luar saja dan lihat apa dia mau keluar
Dia adalah detak kecil yang sombong
Jangan bilang mengerti jika kau masih bicara
Terima dia apa adanya?
Dia bukan seadanya
Kata seperti itu tak akan menyentuhnya
Jangan kejar dia, dia sudah bosan lari
Masih kau bilang mengerti sedang yang dia lihat kau hanya menghantui
Bilang mencintai tapi yang kau ingin cuma memiliki
Dia hanya sebuah detak yang mudah retak
Salah gerak dan kau cari mati

aku ingin tidur malam ini

aku ingin tidur malam ini
tanpa mimpi
tanpa bayang
aku ingin lelap malam ini
dengan pikiran kosong
tanpa serapah yang biasa tumpah
pada malam yang kian angkuh
aku hanya ingin tidur malam ini
karena aku sudah lelah
dan biarkan matahari membangunkanku esok hari
dan biarkan aku tidur malam ini

kupu kupu malam

Kami adalah kumpulan wanita yang patah hati
Yang dikhianati cinta, hidup bahkan ayah kami sendiri
Kami adalah para wanita yang sakit hati
Yang lahir, hidup hanya untuk menanti mati
Kami hanyalah wanita yang terlalu lama sakit hati
Tak perlu makian untuk menghakimi
Karena bagi kami hidup ini adalah hukuman yang lebih pedih dari sekedar hukuman mati
Kami hanyalah wanita yang tak lagi punya mimpi
Karena kami terlalu disibukkan dengan janji-janji
Untuk apa kami harus mengabdi?
Pada cinta, hidup atau seorang ayah
Yang bahkan tak menginginkan kelahiran kami
Kami hanyalah kumpulan wanita yang tak lagi berhati
Yang tak lagi percaya pada cinta sejati