Senin, 05 September 2011

bibir ranjang

aku menantimu di bibir ranjang
di mana telah tersaji kejujuran birahi
yang barangkali sebelumnya sering di gagahi
usah lagi kita berlamalama mengulur waktu
berdalih acuh mengacung tinggikan bahasa tabu
aku dan kau sudah cukup paham akan arti ranjang itu
dan aku masih menantimu di bibir ranjang
dengan segala kenikmatan aku tawarkan
dengan segala kebinalan aku bentangkan
dengan keluruhan diri aku telanjangkan
tak akan ada hal yang perlu di munafikan
untuk di tahan dan di sembunyikan

imbalan setubuh

kau tawarkan imbalan bila sanggup memuaskan jantanmu
imbalan sesuai karena kau ingin mencicipi liang hangatku
kita sepakat sekedar pelampiasan dari saling membutuhkan
memuaskan biologis, persetubuhan
sepetak kamar hitam yang tersewakan semalam
sebagai kelanjutan transaksi tubuh bersenggama
tak ada keraguan, malumalu dalam ketidaksadaran
untuk terlalulama mematuk dingin dengan bara galau
larutkan kulumkelam dalam selimut hangat
menerjang regang terpicu bara gairah
lindapkan lidah basahkan liang
menyumbar hangat tersisa cairan
usai sudah tawaran berkelana tubuh
memburu syawat pemuas sesaat
jangan biarkan mengendap hingga esok
ini sampah pasti akan terbuang

nafsu bisu

sumu itu ibu segala berhala
berkoar kobar memuja diri
mengeras batu mendesis selicik ular
tenang namun bergemuruh lokal
mudah kau cetus
mudah kau ketuk
mengumbar di awal
akhirnya membungkam
nafsumu, tuan
nafsu yang absurd
kepalan membatu tak berarah
mendesis licik terbelit paha jalang
sekali ketuk bertekuk lutut
kobaranmu sanggup menepuk batu
dengan lembaran berangka
kerasnya batu terpecah kilat
desis ular kian melicik kelit

pangkal sangkal

seperti kutukan, sepotong kelamin menikam malam
di lembah rerimbunan kupukupu membentuk oase
memajang molek sepanjang tebing, elok bertaut aurat
ranah yang liar telah membentuk benih aksaraku
yang tercampak dari kitab, mungkin milik para biara
bergelinjangan dalam desahan pasi masturbasi
alpa
aku acap mendengar bibir berkata mengapa
setelah nafsu bersanding kekal dengan kelamin
menjerit dalam sadar dari atas ranjang kawin
lesap
seketika benih dibekukan sperma saat meresap
aku terjaga, takkala orangorang serentak melayat
seraya membungkus kelamin dengan taurat
kupu lembah cukup memandang dari tebing
di kegelapan, semata mata memanjat mimpi
setelah airmatanya terusap oleh pangkal paha

selingkuh

pikiran berlainan kelamin itu hambar
berangkai rasa takjub mudah memudar
dari balik kutang dan celana dalam
terarsir buram
terbentuk kelam
mengusik tubuhtubuh perawan logika
tepatnya kita pecundang biologis
adalah telanjang sekedar strategis
penanda pengubah kecemasan yang miris
rasa dari balik kutang dan celana dalam
terarsir buram
terbentuk kelam
dalam bacin serapah tentang harapan
gaun tipis malam habis dikupas
terburai lepas
menjadi tersangka penafsiran moral
begitu tak layak dikenang sakral
bahwa kelamin penyebab perselingkuhan

malu kemaluan

di pucukpucuk malam
saban jalang menjelang
di temani angin telanjang
melintas lengkung kelangkang
menuju dingin, payudara menjulang
sepanjang lembah,
mereka mengiris tangis tipistipis
meluruskan nasib pada batang penis
menitahkan erotis bagian sejarah
tubuhtubuh binal menghimpit ruang urat
melumat bibir tuan yang memamah taurat
di atas podium kata berloncatan dari kemaluan
satusatu mengendap beku dalam jamban
sunyi berbaitbait mengendus kamar
menusuk vagina yang menanti di amar
menghayati keluasan senggama, saling merambah
menjilat rerimbunan pinggul yang rendam gairah
bergelak, hingga semak tersibak, bebukit basah